George Soros (Hungaria: György Schwartz; lahir di Budapest, Hungaria, 12 Agustus 1930; umur 79 tahun) adalah seorang kapitalis radikal pelaku bisnis keuangan dan ekonomi, penanam modal saham, dan aktivis politik yang berkebangsaan Amerika Serikat. George Soros adalah seorang Yahudi dan pernah dipenjarakan sewaktu saat Perang Dunia I.
di Indonesia, Soros dianggap lebih negatif sebagai kriminal ekonomi yang membuat ketidakstabilan ekonomi Asia, karena dengan jumlah simpanan uangnya yang besar mengguncang nilai mata uang Asia. kini sebagian besar perusahaan penting di Indonesia adalah milik pengusaha asing. Pada tahun 2000, George Soros dilaporkan memiliki saham pada PT AGIS di Indonesia sebesar 10 persen dan beberapa perusahaan lainnya, termasuk Astra internasional.
George Soros terkenal juga memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang perdagangan mata uang. Pada tahun 1982, dalam waktu singkat Soros berhasil meraup keuntungan 1,2 milyar dolar dalam perdagangan mata uang Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Iapun dijuluki sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound). Pada pertengahan tahun 1997, perekonomian negara-negara Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand, dan Malaysia, tergoncang hebat karena secara tiba-tiba harga tukar dollar melonjak tinggi. Ribuan perusahaan bangkrut dan jutaan orang menjadi penganggur.
Meskipun banyak faktor yang menyebabkan krisis moneter ini, namun salah satu sebab utamanya adalah perilaku para spekulan valuta asing yang telah memborong dollar Amerika, lalu menjualnya dengan harga tinggi sehingga nilai mata uang negara-negara ASEAN itu terpuruk. Spekulan uang terbesar pada era krisis tersebut adalah George Soros. Banyak yang kebingungan darimana Soros bisa memiliki uang dalam jumlah besar.
Etika bisnis Soros
Meskipun letak kesalahan tidak seratus persen berada di tangan Soros, karena jatuhnya nilai rupiah ini juga dipengaruhi oleh sistem devisa bebas yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia sehingga membuka peluang bagi siapa saja untuk memperdagangkan valuta asing, namun etika bisnis yang dianut oleh Soros dan para pedagang valas lainnya patut dipertanyakan. Ketika Soros melakukan transaksi valas, dia sudah bisa memprediksikan kehancuran negara-negara Asia sebagai akibat dari transaksi itu. Namun, ia tetap melakukannya dan terjadilah krisis hebat yang menyengsarakan puluhan jutaan rakyat Asia Tenggara. Tak heran bila mantan PM Malaysia Mahatir Muhammad pernah menyatakan kecurigaannya bahwa krisis moneter yang menyapu Asia ini adalah sebuah *agenda Yahudi* karena kaum Yahudi, kata Mahathir, tidak senang bila melihat kaum Muslim bergerak maju.
Perdagangan valas yang dilakukan Soros telah memberi keuntungan kepadanya sebesar satu milyar dollar pertahun. Artinya, demi menambah jumlah uangnya, Soros dengan tega telah mengorbankan puluhan juta rakyat di berbagai negara. Menanggapi berbagai kecaman yang disampaikan terhadapnya, Soros menyatakan bahwa kesalahan terletak pada pemerintahan yang tidak transparan dan despotik di negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan menentukan dirinya sendiri. Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata memenuhi peluang pasar. Padahal, pasar global sesungguhnya tidak bebas, melainkan diatur oleh para pemodal kelas kakap semacam Soros.
Sebagian pengamat ekonomi yang membela Soros mengatakan bahwa apa yang dilakukan Soros adalah bisnis semata dan toh, Soros juga memberikan sebagian uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai negara. Pandangan ini menunjukkan bahwa Soros Foundation telah memberikan citra baik kepada Soros, sehingga bisa mengurangi berbagai kecaman yang dialamatkan kepada dirinya. Atas aktivitas yayasannya tersebut, Soros juga dijuluki sebagai filantropis atau orang yang mencurahkan perhatian, waktu, dan uangnya untuk menolong orang lain.
Namun, kegiatan Soros membantu rakyat miskin dengan bisnisnya di bidang perdagangan uang yang telah memiskinkan puluhan juta manusia, jelas merupakan sebuah paradoks. Sudah pasti ada tujuan tersendiri di balik bantuan-bantuan yang diberikan Soros melalui yayasan Soros Fundation-nya. Sebagaimana kami sebutkan pada pertemuan sebelumnya, di Bosnia, Soros mendanai penerbitan media massa yang memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran kebebasan dan sekularisme.
Perdagangan valas yang dilakukan Soros telah memberi keuntungan kepadanya sebesar satu milyar dollar pertahun. Artinya, demi menambah jumlah uangnya, Soros dengan tega telah mengorbankan puluhan juta rakyat di berbagai negara. Menanggapi berbagai kecaman yang disampaikan terhadapnya, Soros menyatakan bahwa kesalahan terletak pada pemerintahan yang tidak transparan dan despotik di negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan menentukan dirinya sendiri. Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata memenuhi peluang pasar. Padahal, pasar global sesungguhnya tidak bebas, melainkan diatur oleh para pemodal kelas kakap semacam Soros.
Sebagian pengamat ekonomi yang membela Soros mengatakan bahwa apa yang dilakukan Soros adalah bisnis semata dan toh, Soros juga memberikan sebagian uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai negara. Pandangan ini menunjukkan bahwa Soros Foundation telah memberikan citra baik kepada Soros, sehingga bisa mengurangi berbagai kecaman yang dialamatkan kepada dirinya. Atas aktivitas yayasannya tersebut, Soros juga dijuluki sebagai filantropis atau orang yang mencurahkan perhatian, waktu, dan uangnya untuk menolong orang lain.
Namun, kegiatan Soros membantu rakyat miskin dengan bisnisnya di bidang perdagangan uang yang telah memiskinkan puluhan juta manusia, jelas merupakan sebuah paradoks. Sudah pasti ada tujuan tersendiri di balik bantuan-bantuan yang diberikan Soros melalui yayasan Soros Fundation-nya. Sebagaimana kami sebutkan pada pertemuan sebelumnya, di Bosnia, Soros mendanai penerbitan media massa yang memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran kebebasan dan sekularisme.
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, berbagai aksi yang dilakukan oleh Soros Foundation membuktikan bahwa meskipun dibungkus dengan slogan demokrasi dan kebebasan, tujuan utama yayasan ini adalah untuk membuka jalan bagi rezim Washington dalam memperluas imperialismenya di dunia. Sebagaimana telah kami bahas sebelumnya, dana Soros Foundation didapat dari hasil spekulasi valuta asing yang mengakibatkan kehancuran ekonomi berbagai negara dan menyebabkan kemiskinan puluhan juta orang. Kini, dengan mengeluarkan uang dalam kedok amal kebajikan, George Soros sesungguhnya sedang berusaha mengeruk harta kekayaan yang lebih banyak lagi. Karena itu, bangsa-bangsa yang berjiwa merdeka sudah seharusnya waspada terhadap gerak-gerik yayasan ini di negara mereka.
Soros Borong Bumi
JAKARTA,RABU - Harga saham PT Bumi Resources Tk (BUMI) kembali unjuk gigi. Kemarin, harga saham produsen batubara terbesar di Indonesia ini, untuk pertama kalinya naik dalam dua bulan terakhir. Beberapa institusi pengelola dana asing atau hedge fund memborong saham BUMI karena menilai harganya sudah kelewat murah.
Sejak perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) buka, para investor memburu saham BUMI. Sehingga, harganya melonjak 19,72 persen ke level Rp 850 per saham. Di pasar negosiasi, harga saham ini mencapai Rp 950. Alhasil, saham ini terkena auto rejection batas atas 20 persen. Padahal, sudah tiga pekan ini, harga saham anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ini selalu anjlok ke batas bawah auto rejection sebesar 10 persen.
Berdasarkan data Bloomberg, tiga broker asing yaitu CLSA Indonesia, CIMB-GK Securities, dan Phillip Securities membukukan nilai beli bersih terbesar saham BUMI. Seorang pelaku pasar membisikkan, beberapa hedge fund mulai mengoleksi saham BUMI melalui broker asing tersebut.
Bloomberg juga melaporkan, George Soros, dan dua hedge fund yang berbasis di Amerika Serikat (AS), yaitu Citadel Investment Group LLC dan T. Rowe Price Group Inc. sedang mengumpulkan saham-saham produsen batubara, termasuk saham Bumi.
Mastono Ali, Analis Valbury Asia Securities, mengatakan, berbagai spekulasi itu mendongkrak harga saham BUMI. Selain Soros, beberapa peminat BUMI sebelumnya yaitu Tata Group, Putera Sampoerna, Artha Graha, dan Grup Djarum kabarnya memborong saham tersebut melalui lantai bursa. Saham BUMI juga menjadi ajang spekulasi menjelang batas waktu kesepakatan akuisisi 35 persen saham BUMI oleh Northstar Pacific Partners, akhir pekan ini.
Nah, mendekati masa akhir, transaksi penjualan 35 persen saham Bumi antara PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan Northstar, terancam batal. Sebab, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) akhirnya menyatakan mundur dari Konsorsium Northstar selaku calon pembeli Bumi. PTBA mundur dari calon penawar Bumi karena melihat transaksi ini akan merugikan perusahaan tambang milik negara itu. "Kalau ikut, bakal banyak proyek kami yang terancam dan utang meningkat," kata Direktur Utama Bukit Asam Sukrisno, kemarin.sumber
Sejak perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) buka, para investor memburu saham BUMI. Sehingga, harganya melonjak 19,72 persen ke level Rp 850 per saham. Di pasar negosiasi, harga saham ini mencapai Rp 950. Alhasil, saham ini terkena auto rejection batas atas 20 persen. Padahal, sudah tiga pekan ini, harga saham anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ini selalu anjlok ke batas bawah auto rejection sebesar 10 persen.
Berdasarkan data Bloomberg, tiga broker asing yaitu CLSA Indonesia, CIMB-GK Securities, dan Phillip Securities membukukan nilai beli bersih terbesar saham BUMI. Seorang pelaku pasar membisikkan, beberapa hedge fund mulai mengoleksi saham BUMI melalui broker asing tersebut.
Bloomberg juga melaporkan, George Soros, dan dua hedge fund yang berbasis di Amerika Serikat (AS), yaitu Citadel Investment Group LLC dan T. Rowe Price Group Inc. sedang mengumpulkan saham-saham produsen batubara, termasuk saham Bumi.
Mastono Ali, Analis Valbury Asia Securities, mengatakan, berbagai spekulasi itu mendongkrak harga saham BUMI. Selain Soros, beberapa peminat BUMI sebelumnya yaitu Tata Group, Putera Sampoerna, Artha Graha, dan Grup Djarum kabarnya memborong saham tersebut melalui lantai bursa. Saham BUMI juga menjadi ajang spekulasi menjelang batas waktu kesepakatan akuisisi 35 persen saham BUMI oleh Northstar Pacific Partners, akhir pekan ini.
Nah, mendekati masa akhir, transaksi penjualan 35 persen saham Bumi antara PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan Northstar, terancam batal. Sebab, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) akhirnya menyatakan mundur dari Konsorsium Northstar selaku calon pembeli Bumi. PTBA mundur dari calon penawar Bumi karena melihat transaksi ini akan merugikan perusahaan tambang milik negara itu. "Kalau ikut, bakal banyak proyek kami yang terancam dan utang meningkat," kata Direktur Utama Bukit Asam Sukrisno, kemarin.sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca artikel diatas, jangan lupa komentar :)